Skip to main content

#ganaik

Oke, sebenarnya ini twit series aja. Tapi biar lebih abadi gue copas di notes aja, sekalian supaya bisa dinikmatin yang ga punya Twitter. Hope you like it. :)

Bagi adik2 yg masih SMA, gue mau nge-twit tentang analisis ekonomi kerugian kuantitatif tidak naik kelas. #ganaik

1. Buat yang bilang hilang usia setahun gak rugi apa2, cobalah dipikir lagi. Rugi loh kalo dihitung2. #ganaik

2. Asumsi utama, usia pensiun sama. Taruhlah 65 tahun, misalnya. Ceteris paribus. #ganaik

4. Jadi kalo #ganaik, kita akan rugi pendapatan 1 tahun terakhir kita, yang paling besar di antara pendapatan2 kita.

5. Inflasi tidak perlu dianggap karena toh gaji ikut naik seiring inflasi. Jadi bicara tingkat harga skrg aja. #ganaik

6. Taruhlah kita sukses (harus dong), pendapatan sebulan 50 jt. Artinya setahun itu kita kehilangan 600 jt rupiah. #ganaik

7. Itulah cost yang harus kita bayar kalau kita #ganaik kelas. Memang asumsinya banyak, tapi intinya begitu. Lumayan kan.

Waduh nomer 3 ketinggalan. Intinya: cet par --> gaji kita dari tahun pertama sampai terakhir kerja akan sama sempat#ganaik atau tidak.

8. Belum lagi biaya sekolah selama setahun kita mengulang. Kalo di swasta sih lumayan juga kan #ganaik.

9. Angkanya bisa lebih gede lagi. Ini karena tentu ada sebagian pendapatan yang ditabung kan... #ganaik

10. Asumsi hidup sampai usia 80 tahun dan bagian pendapatan ditabung (MPS) kita 30%. Jadi 30% x 600 jt = Rp 180 jt ditabung #ganaik

11. Jadi Rp 180 jt itu kita Future Value-kan selama 15 tahun (80-65) dengan tingkat bunga taruhlah 7%. #ganaik

12. Rumus Future Value buat adik2 SMA yang belum tau adalah: Nilai Sekarang x (1+ Tingkat bunga) ^ brp tahun#ganaik


13. Hitung punya hitung, adakadabra voila: Rp. 496,625,677.3 #ganaik.

14. Nah Rp (600-180) jt + 496 jt = 916 jt. Kalo ada kesalahan perhitungan mohon dikoreksi. #ganaik


15. So kids (Ted Mosby style), belajar yang bener jangan males. Besar biaya yang akan kalian tanggung kalo #ganaik.

16. PS: buat kita mahasiswa juga sama dong. Kira2 segitu lah biaya kalo lulusnya lama. #ganaik #moga2gueenggak

17. Temen2 kita yang lulus 3.5 tahun berarti untung sekitar Rp 450 jt dari kita yang biasa2 aja. Wah lumayan juga.#ganaik


18. Tapi gue tetep pengen lulusnya 4 tahun aja, dinikmati gitu loh. #TerusKenapa #ganaik.

Sekian dan terimakasih. Mudah-mudahan ada gunanya. Wassalam. #ganaik

Discussion:

@rismasiti: @rayestu dalam hidup,tidak semua kebahagian diukur dr gaji.seriusan deh.bhkn gw g betah dgr org2 yg cm bhs gaji n jabatan.hehe

@rayestu: @rismasiti iya kak bener sekali, tapi gue ga ngomongin kebahagiaan cuman sebatas kerugian finansial aja hehehe

@far_mar: @rayestu trus kenapa kalo gw ga naik? kenapa gw harus rugi kalo ga naik setaun? Life is dynamic maan,

@rayestu: @far_mar iya, tapi kalo di ekonomi harus asumsi2an dong biar gampang brur. Asumsikan semua tetap aja.

@stefidjo: @rayestu brarti asumsi lo org tsb sbg pegawai ya, bkn pengusaha. Tp klo ganaik gr2 exchange atau pndah sklh ke yg lbh bgs gt gmn analisa lo?

@rayestu: @stefidjo iya sebagai pegawai. Benefit yang didapat dari hal2 yang membuat #ganaik itu ga masuk analisa ini step hehe

@dendisuhubdy: @rayestu lo lupa satu hal bro,180 jt itu bukan sum, tapi cashflow, jadi nilainya bkn 180 jt tapi lebih. Tiep thn lo nabung, lo hrs FVin lg

@rayestu: @dendisuhubdy bukan gt den. 180 itu sum yg disave di tahun trkhir. CF-nya 15 jt sebulan.

@dendisuhubdy: @rayestu salah, jadi 15jt pertama lo pake rumus tadi pake n=1, 15jt kedua pake n=2, rate 0.07/12, hasilnya? 235.79 jt bukan 180jt. Jauh kan?

@dendisuhubdy: @rayestu jadi lo dpt 15 jt bulan pertama nilai waktunya beda di akhir tahun sama 15 jt di bulan kedua, seterusnya sampai akhir tahun.

@dendisuhubdy: @rayestu asumsi kayak lo tadi bunga 7% pertahun, perbulan jadi 0.583%, eh ternyata bedanya jadi 55 jutaan. LOL

#ralat RT @dendisuhubdy: rayestu asumsi kayak lo tadi bunga 7% pertahun, perbulan jadi 0.583%, eh ternyata bedanya jadi 55 jutaan. LOL

Comments

Popular posts from this blog

Ke Gereja Tiap Minggu, Apa Benar Wajib?

Oleh: Nathaniel Rayestu Abdulrachman Semenjak kecil, kita sering didoktrin oleh orang tua, guru, pastor, pendeta, dll untuk senantiasa pergi beribadah di gereja setiap Minggu. Namun, apakah benar hal tersebut wajib hukumnya? Apakah benar jika kita adalah orang Kristen "Natal-Paskah" maka kita bukan orang Kristen yang baik? Mari kita telaah lagi. Dasar kanonik dari wajibnya ke Gereja tiap minggu, berasal dari prinsip dasar iman agama-agama Abrahamik, yakni 10 Perintah Allah yang diturunkan pada Nabi Musa di Gunung Sinai. Perintah ketiga berbunyi "Kuduskanlah Hari Tuhan". Pada jaman Kristus (circa 0 Masehi) perintah ini diinterpretasikan sebagai larangan beraktifitas pada hari Sabat. Pada jaman awal Gereja perintah ini dilakukan dengan pergi beribadah di Gereja selama ber-jam-jam. Sekarang, perintah ini diterjemahkan sebagai kewajiban pergi ke Gereja untuk merayakan Ekaristi. Tetapi, apakah itu satu-satunya cara "menguduskan Hari Tuhan?" Buka

Kurikulum Sejarah Hapalan dan Pola Pikir Feodal, Kunci Elektabilitas Prabowo

Dalam dua bulan terakhir elektabilitas Prabowo seakan meroket. Beberapa alasan tentang hal ini diungkapkan banyak pengamat sepertinya cukup valid: maraknya black campaign terhadap Joko Widodo, buruknya koordinasi dan logistik kampanye pasangan nomor 2, performa pada seri Debat Capres-Cawapres, dan sebagainya. Saya punya dua hipotesis lain tentang mengapa rakyat bisa seakan menutup mata pada fakta-fakta dan seakan terhipnotis oleh sosok Prabowo Subianto. Pertama, kurikulum sejarah di sekolah-sekolah di Indonesia dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas cenderung bersifat hapalan. Saya yakin anda yang sedang membaca artikel ini masih ingat bahwa Perang Diponegoro terjadi pada tahun 1825-1830, dan bahwa Perang Dunia I terjadi diawali dengan terbunuhnya Pangeran Franz Ferdinand. Tapi jika kita diminta mengaitkan apa yang terjadi saat itu dengan konteks kekinian untuk melihat ke depan, kita akan kebingungan. Padahal, sejarah seharusnya bukan untuk dihafal, melainkan untuk

Why Fuel Subsidies Might Actually be Pro-Poor

Just a simple thought that flashed through my mind after hearing many people say that fuel subsidies in Indonesia is pro-rich. Yes, I know that more than half of the subsidies is enjoyed by the top 10% income earners, the bottom 10% only get like 2-3% and yada yada yada, but come to think of it, maybe our government just believes in trickle down economics. It’s basically a tax cut to stimulate the economy, right? Here it goes: Fuel subsidy leaves middle-up people a little bit richer, giving them a little bit more disposable income. Now, the richer you are, the more you save, meaning that this extra income for the rich/middle up will lead to more national savings compared to if the money is distributed towards poorer people. Theoretically, a one rupiah increase in national savings should lower interest rates just enough to induce one rupiah additional investment. In another word, more savings also means more money there is in the money market to be borrowed to fund inves