Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2011

Mengatasi Kemacetan Jakarta, Ubah Budaya!

Oleh: Nathaniel Rayestu Abdulrachman Kemacetan kota Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan. Di titik-titik tertentu bahkan setiap pagi dan sore saat rush hour nyaris tak bergerak. Seseorang yang tinggal di daerah Jakarta Selatan dan bekerja di Jalan Sudirman, misalnya, bisa menghabiskan 2-3 jam sehari dalam perjalanan. Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang sehat dalam kehidupan perkotaan. Banyak wacana yang telah dikemukakan untuk mengatasi kemacetan Jakarta ini, seperti perbaikan sistem transportasi umum. Gubernur Sutiyoso sempat mengajukan grand design- nya dengan adanya busway , subway , monorail , kereta rel listrik (KRL), dan transportasi air. Sayang di masa penerusnya Gubernur Fauzi Bowo, yang diteruskan hanya busway[1] , yang lain terbengkalai karena satu dan lain hal. Solusi yang sekarang sedang gencar dicoba oleh Pemda DKI adalah penambahan ruas jalan, yakni dengan membangun mega-flyover di atas Jalan Antasari dan Jalan Dr. Satrio. Selain itu, pemerintah pusat juga berencana

Ke Gereja Tiap Minggu, Apa Benar Wajib?

Oleh: Nathaniel Rayestu Abdulrachman Semenjak kecil, kita sering didoktrin oleh orang tua, guru, pastor, pendeta, dll untuk senantiasa pergi beribadah di gereja setiap Minggu. Namun, apakah benar hal tersebut wajib hukumnya? Apakah benar jika kita adalah orang Kristen "Natal-Paskah" maka kita bukan orang Kristen yang baik? Mari kita telaah lagi. Dasar kanonik dari wajibnya ke Gereja tiap minggu, berasal dari prinsip dasar iman agama-agama Abrahamik, yakni 10 Perintah Allah yang diturunkan pada Nabi Musa di Gunung Sinai. Perintah ketiga berbunyi "Kuduskanlah Hari Tuhan". Pada jaman Kristus (circa 0 Masehi) perintah ini diinterpretasikan sebagai larangan beraktifitas pada hari Sabat. Pada jaman awal Gereja perintah ini dilakukan dengan pergi beribadah di Gereja selama ber-jam-jam. Sekarang, perintah ini diterjemahkan sebagai kewajiban pergi ke Gereja untuk merayakan Ekaristi. Tetapi, apakah itu satu-satunya cara "menguduskan Hari Tuhan?" Buka

Perlukah Meng-Outsource Penegak Hukum di Indonesia?

Kasus Gayus yang mewarnai tahun 2010 benar-benar menggemparkan. Kasus ini membuat nyata bahwa ada yang tidak beres di institusi-institusi penegakkan hukum di Indonesia, khususnya di kepolisian. Keluar masuk penjara sebanyak puluhan kali, ditambah dengan berpelancong ke Bali, bahkan ke luar negeri seperti Macau dan Singapura benar-benar menunjukkan betapa bobroknya Kepolisian Republik Indonesia. Semua ini menunjukkan ada yang benar-benar bobrok di penegakkan hukum di negeri ini. Segala hal dapat dibeli dengan uang. Pertanyaannya adalah, apakah ini semua salah ‘oknum’, atau memang sistemnya yang korup? Sepertinya jawabannya adalah yang belakang. Coba saja anda melanggar lalu lintas, berapa banyak polantas yang menolak anda ajak damai? Memang sistemnya sudah korup. Hal ini membuat suatu hal yang sebenarnya cukup gila terbersit di otak saya. Bagaimana jika Indonesia meng-outsourse aparat kepolisian? Ya, menggunakan orang asing untuk memimpin Kepolisian Republik Indonesia. Ini berarti dar